SELAMAT DATANG DI BLOG ARYA GIRSANG

Jumat, 21 Mei 2010

PEMBINAAN ORANG PERCAYA DALAM KONTEKS GLOBAL
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah menurut rupa dan gambar Allah sendiri (Kejadian 1:26-27). Namun ketika manusia itu memilih untuk memberontak terhadap Allah, rupa dan gambar Allah yang mulia itu menjadi rusak (Roma 3:23). Namun Allah yang penuh kasih mengutus Anak-Nya yang tunggal datang ke dalam dunia untuk menebus manusia berdosa (Yohanes 3:16). Dan setiap orang yang menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi mengalami pemulihan identitas diri yang telah rusak ke identitas asali (Yohanes 1:12; 2 Korintus 5:17). Pertobatan bukan akhir dari kehidupan rohani seseorang melainkan awal kehidupan rohani yang berorientasi ke depan, berupa pembangunan karakter ilahi menuju keserupaan dengan gambar Anak-Nya (Roma 8:28-30).
Pokok-Pokok Dasar Pembinaan Orang Percaya
Menurut KBBI, kata "membina" memiliki arti antara lain "membangun, mengusahakan supaya lebih baik, (sempurna). "Pembinaan" memiliki beberapa arti yaitu proses, cara membina, pembaharuan, penyempurnaan, usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Secara praktis, kata "membina" memiliki banyak persamaan pengertian dengan kata "mendidik, mengkader, mendewasakan, membentuk, memotivasi, memperhaharui, membangun, membimbing, memelihara, dan memimpin." Bertolak dari arti leksikal, jelas bahwa pembinaan berkaitan dengan upaya sadar, terarah, dan terukur serta rangkum dari manusia dengan tingkat kualitas, kuantitas, dan penanganan tertentu untuk membawa perubahan dari suatu kondisi tertentu kepada kondisi baru yang bernilai lebih tinggi.
Pokok-pokok Dasar Pembinaan
1.      Pembinaan dilakukan dalam jemaat
2.      Tujuan pembinaan untuk mendewasakan iman dan sanggup melayani
3.      Proses pembinaan sampai menyerupai Kristus
4.      Dasar pembinaan berpusat pada Kristus dan alkitabiah
5.      Pelayanan pembinaan adalah keseimbangan antara kebenaran dan kasih
6.      Pembinaan adalah saling membangun diantara anak-anak Allah
Dasar Alkitab Tentang Pembinaan Orang Percaya
Dalam Matius 28:19-20 kita dapati Amanat Agung Tuhan Yesus, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman". Satu-satunya keharusan dalam ayat ini adalah "memuridkan." Memuridkan berarti menuntun orang lain untuk menerima Kristus dan menjadikannya pengikut yang setia belajar dari Tuhan. Sebagai amanat, maka Matius 28:19-20 bukanlah suatu pilihan tetapi suatu keharusan; bukan pekerjaan sampingan melainkan pekerjaan pokok. Dari segi praktis, pelayanan seutuhnya terhadap orang percaya ialah mendidik melalui pembinaan iman, dengan tujuan untuk mendewasakan serupa dengan Kristus.
Tugas pembinaan iman orang percaya dijelaskan dalam Efesus 4:11-16 "Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus yang adalah Kepala. Dari pada-Nyalah seluruh tubuh yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih."
Dari ayat ini ada beberapa pokok pikiran yang akan dijabarkan dan dirangkum sebagai berikut:
  1. Pelayan pembinaan terdapat dalam jemaat terutama mereka yang diberi karunia oleh Allah (ayat 11). Pelayan-pelayan ini adalah hamba Kristus dan bukan pagawai yang diangkat oleh jemaat. Perbedaan karunia merupakan pemberian Allah dan setiap satu karunia tidak lebih mulia terhadap yang lain tetapi semuanya adalah hamba Kristus. Perbedaan karunia hanya pada fungsi dan bidangnya. Kehadiran pelayan-pelayan dalam jemaat untuk melayani dan bukan untuk memerintah (dalam arti yuridis).
  2. Tujuan pembinaan iman orang percaya adalah untuk mendewasakan umat Tuhan supaya mereka sanggup melayani. Kedewasaaan merupakan proses membangun (ayat 12). Allah sendiri adalah yang membangun umat Tuhan oleh pelayanan yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya yang hidup dalam persekutuan dengan Dia.
  3. Target pembinaan orang percaya, adalah kedewasaan setiap orang percaya secara kolektif. Proses pertumbuhan kepada kedewasaan dan kerukunan adalah proses untuk lebih menyerupai Kristus (ayat 13). Menyerupai Kristus adalah satu-satunya tujuan. Untuk menyerupai Kristus tidak dibutuhkan lagi sasaran antara, tetapi semua proses pembinaan itu menuju kepada satu-satunya tujuan. Pertumbuhan (Yunani: Helikia) dalam ayat ini menunjuk kepada perubahan hidup yang menuju kepenuhan Kristus. Kepenuhan Kristus tidak dapat diukur secara kuantitatif, melainkan secara kualitatif yang tampak dari pengenalan akan Kristus dan ketaatannya terhadap Firman Tuhan.
  4. Sifat pembinaan iman orang percaya adalah teologis sehingga dapat menghasilkan murid yang teliti dan bijaksana yang dapat mengenal kebenaran dan menghindari kesalahan (ayat 14).
  5. Efektifitas pembinaan orang percaya. Pembinaan akan lebih efektif jika dapat menggabungkan kebenaran dengan kasih, dan bukan mengorbankan salah satunya. Lebih jauh perlu dipahami bahwa mereka tidak saja mampu menghindari terhadap ajaran sesat tetapi jemaat juga mampu melakukan kebenaran di dalam kasih Kristus (ayat 15).
  6. Hubungan pembina dengan murid dalam pembinaan orang percaya akan berfungsi dengan baik, jika semua unsur tersebut dalam jemaat terlibat. Mereka dapat saling membangun sebagai anak-anak Allah serta menolong satu sama lainnya untuk bertumbuh secara rohani. Jadi tidak ada klaim bahwa pertumbuhan dalam diri orang lain karena seseorang; bukan pula karena rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan pengajar saja yang membuat dewasa penuh tetapi sebaliknya semua pelayan Tuhan berperan membawa sesama kepada kedewasaan penuh (ayat 16).
Ruang Lingkup dan Tujuan Pembinaan Orang Percaya
Pembinaan meliputi seluruh lapisan umur dan golongan orang percaya, dimulai sejak seseorang mengalami kelahiran baru dan menjadi anggota keluarga Allah. Pembinaan orang percaya merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mencapai perubahan hidup, yang meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku yang dapat digambarkan sebagai kedewasaan dalam Kristus. Sasaran yang hendak dicapai dalam pembinaan meliputi dua segi baik kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif berarti setiap orang percaya dapat berbuah banyak dalam kehidupannya (Yohanes 15:8), hidup oleh dan dipimpin Roh Kudus sehingga menghasilkan buah Roh (Galatia 5:22-23). Secara kuantitatif berarti seorang murid harus berlipatganda atau bermultiplikasi (Matius 28:19-20; 2 Timotius 2:2). Hasil dari multiplikasi seorang murid Kristus adalah cara yang sangat efektif untuk menyelesaikan Amanat Agung Tuhan Yesus. Demikian akan terjadi keseimbangan antara pembinaan dan penginjilan.
Pembinaan Orang Percaya Sebagai Proses
Dalam dimensi waktu harus dipahami bahwa pembinaan merupakan proses yang berawal sejak seseorang percaya Yesus dan berakhir sampai orang tersebut meninggalkan dunia ini. Proses pembinaan berarti tanpa waktu terminal. Dalam pelaksanaan proses pembinaan, konsep, hubungan akrab dan peneladanan serta keterlibatan secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan sama pentingnya. Hal ini telah dicontohkan oleh Tuhan Yesus terhadap murid-murid-Nya dan Paulus dengan Timotius (2 Timotius 3:10). Hasil pembinaan tidak langsung jadi dalam waktu singkat, melainkan memerlukan waktu, kesabaran, ketekunan serta kesetiaan dalam menghadapi segala tantangan sebagai konsekwensinya mengikut Yesus (Markus 8:34-38).
Filsafat Pembinaan Orang Percaya
Suatu kerangka filosifis teologis yang harus dipegang teguh dalam kerangka pembinaan orang percaya, sebagai berikut:
  1. Metafisik (ultimate reality): Pembinaan berpusat pada Allah yang berpribadi (Kejadian 1:1; Yohanes 1:1).
  2. Epistemologi (ilmu pembenaran). Esensi dari pengetahuan dan cara seseorang mengenal apa yang benar dan salah, bersumber pada penyataan Allah. Iman Kristen meyakini bahwa Alkitab adalah sumber segala kebenaran (Yohanes 8:30-36).
  3. Antropoiogi Kristen berpusat pada gambar Allah. Tiga kebenaran dasar: Pertama, manusia diciptakan menurut peta dan gambar Allah (Kejadian 1:26). Kedua, kejatuhan manusia dalam dosa merusak peta dan gambar Allah itu (Kejadian 3-4:8; Roma 3:23). Ketiga, Yesus satu-satu penebus manusia berdosa dan pemulih identitas manusia ke eksistensi asali (2 Korintus 5:17). Karena pembinaan ditujukan kepada orang yang telah percaya Yesus maka jelas bahwa kelahiran baru harus mendahului proses pembinaan.
  4. Axiologi (nilai) berpusat pada kekekalan. Pembinaan iman bukan untuk hidup di seberang sini tetapi dari sini dan sekaligus berorientasi ke dunia di seberang sana (Roma 8:23).
  5. Tujuan pembinaan berpusat pada Kristus dan keserupaan dengan Kristus ini bukan tujuan utama pembinaan tetapi satu-satunya tujuan pembinaan yang layak dan dihargai oleh Allah (2 Timotius 2:15).
  6. Kurikulum berpusat pada Alkitab. Agenda pembinaan adalah agenda Allah dan Alkitab adalah sumber asasi kurikulum yang memiliki kuasa mendidik.
  7. Metodologi berpusat pada interaksi. Injil memiliki kebenaran otoritatif tetapi metode tidak harus bersifat diktaktorial. Penekanan pada relasi, interaksi, dan komunikasi dalam dinamika pimpinan Roh Kudus merupakan pilihan metode yang tepat dalam mempercakapkan kebenaran Injil.
  8. Disiplin berpusat pada kasih dan bukan pada normatif (hukuman). Etika batiniah melampaui ketaatan moral karena faktor atau peraturan eksternal.
  9. Guru berpusat pada Roh Kudus, bukan pada kepandaian dan kelihaian manusia (pembina).
  10. Evaluasi berpusat pada pertumbuhan yaitu perubahan hidup batiniah (2 Petrus 3:18) yang semakin mengasihi Allah dan sesama. Dan bukan perubahan ke arah pensejajaran pola perilaku lahiriah dengan pembina. Bukan pula perubahan peningkatan muatan kognitif atau kemiripan-kemiripan palsu lainnya.
Kedewasaan Orang Percaya
Kedewasaan orang percaya baik secara pribadi maupun kelompok orang percaya minimal terlihat dalam tiga aspek global:
  1. Kedewasaan (Efesus 4:11-16). Pemantapan pengajaran; pelayanan berskala kecil dan besar serta yang tidak kelihatan.
  2. Hubungan antar pribadi (1 Timotius 1:5) kasih; hati yang suci, iman yang tulus; hati nurani yang murni dalam pikiran, perasaan dan perbuatan.
  3. Moralitas (Ibrani 5:14). Moralitas meliputi hal dimana seseorang dapat membedakan apa yang baik dan yang buruk; dan juga meliputi sejauh mana seseorang dapat memakai panca indera yang dimilikinya untuk mengetahui kehendak Allah dalam hidupnya.
Secara lebih ringkas, kedewasaan itu nyata dalam hal kristalisasi pola keyakinan yang mantap dan teguh yang diikuti oleh pola perilaku yang sesuai dengan pola keyakinan. "Buah" kedewasaan tercermin dalam identitas kekristenan (citra diri dan jati diri ) yang mantap dan diikuti selalu dengan karya yang memuliakan Allah.
Konteks Pembinaan Orang Percaya
Sebelum seseorang, gereja, dan lembaga pelayanan merumuskan program pembinaan sangat perlu memahami konteks pelayanan pembinaan orang percaya itu sendiri, guna mencapai hasil maksimal dari pembinaan. Patut disadari bahwa setiap pribadi orang percaya itu unik dihadapan Allah. Demikian pula setiap kelompok orang percaya juga unik dihadapan Allah. Ini berarti bahwa setiap kelompok orang percaya selalu harus dilihat dalam konteks kebutuhan dan keahlian yang khusus (special context with it's special needs and special abilities), manakala kita memikirkan pembinaan kepada mereka. Dari perspektif Efesus 4:11-16 di atas semakin jelas bahwa baik rasul-rasul, nabi-nabi, pengajar dan lainnya atau lebih tegas setiap karunia yang ada dan dimiliki setiap orang percaya menempati area berkreasi dalam jemaat atau tubuh Kristus untuk pembangunan tubuh Kristus itu sendiri, dengan Kristus sebagai Kepala.
Kata Konteks (context) berasal dari kata Latin "contextere" yang berarti menenun atau menghubungkan bersama (menjadikan satu). Kata benda "contextus" menunjuk kepada apa yang telah ditenun (tertenun), dimana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan menjadi satu. Pembinaan dalam konteks komunikasi yang perlu dikaji adalah perihal bahasa yang diakrabi, yang tepat, cocok, serasi dengan perasaan, alam pikiran dan pemahaman ikwal keyakinan lama nir alkitabiah dari para petobat baru dan lainnya sehingga pembinaan pada akhirnya dapat terarah dan rangkum mencapai target tranformasi pemahaman nir alkitabiah menjadi alkitabiah. Konteks juga dapat berupa tempat atau lokasi, sosial-psikogis dan kerohanian. Pemahaman tentang konteks pelayanan pembinaan ini kemudian dijadikan input untuk pertimbangan perumusan strategi dan bentuk pelayanan pembinaan orang percaya.
Strategi dan Bentuk Pelayanan Pembinaan Orang Percaya
Apakah yang dimaksud dengan strategi? Strategi adalah suatu cara pendekatan terhadap suatu masalah atau untuk mencapai suatu sasaran. Strategi tidak lain adalah pendekatan global yang berisi deskripsi bagaimana kita akan pergi untuk mencapai sasaran atau memecahkan masalah. Dalam arti khusus startegi adalah suatu upaya untuk mengantisipasi masa depan. Strategi adalah "Our statement of faith" sebagaimana yang kita yakini akan terjadi di hari depan dan bagaimana kita harus pergi untuk mencapai hari depan itu. Strategi memberikan kepada kita suatu "overall sense of direction and cohesiveness". Mengapa perlu memiliki suatu strategi? Strategi memberi kekuatan kepada kita untuk secara sungguh-sungguh berupaya mengenal pikiran Allah dan kehendak Roh Kudus. Hal ini juga menolong kita dalam memutuskan apa yang harus tidak dikerjakan, karena strategi mencakup cara-cara tertentu untuk mengerjakan segala sesuatu secara rangkum, terarah dan terukur.
Berbagai tipe strategi yang perlu diperhatikan adalah:
  1. The standar solution strategy. Tipe ini mengandalkan bahan atau literatur pembinaan standar, dengan pertimbangan bahwa setiap orang dapat membacanya dan meresponnya dan bertumbuh mencapai kedewasaan iman. Problema dari tipe ini adalah perihal standar solusi berupa literatur penuntun orang pembinaan itu ditentukan atas dasar apa. Asumsi bahwa setiap orang dapat merespon atas apa yang ia pelajari sulit dipertanggungjawabkan kebenarannya; tipe strategi ini unadaptable dalam konteks baru.
  2. The being in the way strategy. Pengguna tipe ini berasumsi bahwa strategi pembinaan dan rencana pelayanan pembinaan ke depan itu tidak penting dan tidak diperlukan. Karena tak ada yang baru di bawah matahari ini. Allah akan memimpin dan mengatur segala sesuatu karena pembinaan orang percaya adalah proyek Allah; orang percaya akan menjadi dewasa dan pembinaan selanjutnya akan berjalan secara otomatis.
  3. The plan-so-far strategy. Asumsi dasar tipe ini ialah "we will plan to begin the work and God will do the rest". Jadi fokus pada "awal atau start pembinaan dan bukan pada "yang dihasilkan". Menurut pengguna tipe ini pembinaan itu urusan Tuhan. Dampak penggunaan tipe ini adalah sinkritisme dan sejenisnya.
  4. The unique solution strategy. Asumsi dasar yaitu bahwa setiap orang percaya selalu berhadapan dengan situasi pelayanan pembinaan yang berbeda. Karena itu perlu merumuskan statement of faith untuk konteks yang dihadapi. Dan kita mampu merumuskannya karena Allah memampukan kita menemukan statement of faith melalui firman-Nya. Keunikan statement of faith dari setiap konteks ini akan memampukan pelayan-pelayan dalam melaksanankan pembinaan dan kemitraan dengan Allah sehingga dalam pelayanan pembinaan ini akan memberikan hasil maksimal.
Dari keempat tipe ini tipe 1 dan 3 membutuhkan atau bergantung sepenuhnya pada iman, namun iman yang pasif. Sedang tipe 4 adalah tipe "ideal
Apa yang akan terjadi tanpa strategi? Umumnya orang akan katakan bahwa ia mengerjakan segala sesuatu dengan maksud " to bring the word to this people" atau "laying ... (contohnya Indonesia) at the feet of Christ", hidup adalah Kristus dan mati keuntungan dan lainnya, tetapi tahun demi tahun ditemukan bahwa tidak ada alasan bagaimana mencapainya atau kapan itu diraih. Ini terjadi karena tidak ada strategi yang tepat. Setiap area pelayanan adalah mutlak perlu memiliki statement of strategy yang mencakup baik rencana sasaran jangka panjang dan pendek. Kegagalan dalam mengembangkan statement of strategy akan mengakibatkan Pembina dilapangan berada dalam keraguan untuk mencapai sasaran. Dari uraian ini strategi pembinaan tidak lain harus menggunakan tipe "ideal" yaitu "The Unique Solution Strategy". Prinsip yang patut dipegang teguh untuk perumusan strategi pembinaan ialah bahwa pembinaan dan yang dibina adalah semua orang yang telah lahir baru. Strategi pelayanan yang harus dicanangkan ialah Pembinaan Kontekstual. Dengan "Statement of faith ialah Menolong Orang Percaya bertumbuh Ke Arah Kristus Melalui Pembinaan Kontekstual".
Dari statement of faith ini, kini dapat dirumuskan bentuk-bentuk pelayanan pembinaan kontekstual. Hal prinsip dalam perumusan bentuk pembinaan kontekstual yaitu pemahaman perihal hakekat dan bentuk pembinaan iman, bahwa bentuk-bentuk pembinaan haruslah merupakan sarana dan wahana kondusif, cocok, dan kontekstual guna pencapaian hakekat dan tujuan pembinaan. Prinsip-prinsip dasar dalam perumusan bentuk program pelayanan pembinaan kontekstual yaitu definisikan pembinaan kontekstual dalam arti kebutuhan; rancangkan pembinaan kontekstual dalam nafas doa; laksanakan pembinaan kontekstual dalam kuasa Roh dan evaluasi pelaksanaan pembinaan kontekstual dengan pemikiran Roh. Secara praktis pembinaan orang percaya perlu membuat program pembinaan, yaitu prosedur yang dijadikan landasan untuk menentukan isi dan urutan acara-acara pembinaan yang akan dilaksanakan. Program pembinaan menyangkut: sasaran, isi, pendekatan, dan metode pembinaan.
Sasaran pembinaan harus dirumuskan secara jelas, isi program merupakan terjemahan wajar dari sasaran (koheren), pemilihan pendekatan, atau metode pembinaan yang tepat dan sesuai. Macam pendekatan utama yang sesuai dalam pembinaan yaitu pendekatan informatif (informative approach) dimana pembina aktif peserta pasif), pendekatan partisipatif (partisipative approach) yaitu pembina dan peserta saling belajar bersama, pembina hanya sebagai koordinator meskipun juga wajib memberikan masukan sejauh dibutuhkan oleh tujuan program, pendekatan eksperiensial (experiencial approach) yaitu peserta langsung dilibatkan dalam situasi dan pengalaman dalam bidang yang dijadikan pembinaan, pembina dituntut keahlian tinggi dalam bidangnya serta dapat pula partisipative-experiencial approach.
Relevansi Pembinaan dalam Konteks Persekutuan Mahasiswa Kristen Mahasiswa, Calon Mahasiswa Kristen, dan Mahasiswa Kristen
Pemahaman komprehensif status mahasiswa secara teologis menjadi pertimbangan awal dalam membahas pembinaan mahasiswa. Pertama-tama harus dilihat bahwa semua mahasiswa bukanlah mahasiswa Kristen. Dan bukan semua mahasiswa yang beragama Kristen ialah mahasiswa Kristen. Karena itu pelayanan penginjilan diarahkan kepada mahasiswa dalam status sebagai calon mahasiswa Kristen. Pelayanan pembinaan ditujukan kepadamereka yang telah percaya.
Pembinaan Mahasiswa Kristen
Mahasiswa yang telah percaya dan menerima Yesus itulah menjadi subyek pelayanan pembinaan dan subyek terbina (yang dibina) dalam arti strategis, tanpa memandang bahwa kehadiran pelayan dari luar itu tidak atau kurang berarti. Tetapi kehadiran pelayan pembina dari luar adalah mitra pelayanan dalam konteks pencapaian visi dan misi pelayanan pembinaan mahasiswa.
Konteks Pembinaan Mahasiswa Kristen
Setiap mahasiswa Kristen adalah unik dihadapan Allah. Oleh karena perlu perumusan pelayanan pembinaan yang tepat dalam konteks mahasiswa Kristen. Berbagai konteks mahasiswa diurai kan dibawah ini.
1.        Mahasiswa dalam Konteks Akademis
Mahasiswa adalah Homo Academicus, yaitu peserta didik yang berkesempatan mengembangkan potensi nalar, menjunjung tinggi kejujuran moral akademis, sekaligus calon intelektual yang berpandangan luas. Mereka bukan Homo Mimicrus, yang siap diindoktrinasi dengan harapan mereka dapat meniru dan menjadi tiruan.
2.      Konteks Sosiologis
Mahasiswa merupakan komunitas pemuda elite dibanding pemuda umumnya. Perbedaannya terletak dalam satu hal mendasar: "kepekaan terhadap perubahan suasana." Dalam dirinya selalu ada keinginan untuk mengadakan revisi terhadap harapan sosial yang dikenakan pada mereka; pencarian legitimasi baru dari peranan yang ingin dimainkan serta usaha untuk merumuskan kehadiran diri dalam lingkungan yang mengintari mereka lebih menonjol. Tantangan adalah bagaimana agar secara tepat menolong mahasiswa menuju kedewasaan iman melalui relasi, interaksi, dan komunikasi pembinaan yang ideal sekaligus terbebas dari pencarian legitimasi dan penonjolan diri sebagai elite sosial.
  1. Konteks Religi
Mahasiswa adalah insan yang memasuki tahap perkembangan yang terlepas dari kungkungan sempit tetapi memasuki area dunia nyata dengan wawasan yang luas. Dalam konteks tugas dan panggilan garam dan terang dunia maka peran dan partisipasi mahasiswa harus diperluas dalam segala aspek kehidupan manusia. Implikasi praktis ialah menjadi wadah pembinaan ke atas (peyembahan kepada Allah, ke dalam (pembangunan karakter rohani), dan ke luar (pelayanan kepada masyarakat).
  1. Konteks Etis Moral
Mahasiswa berada dalam situasi yang penuh dengan pilihan moral. Namun yang pokok untuk dijunjung tinggi adalah moralitas kristiani. Hal ini hanya diraih bila mahasiswa telah melampaui dan tiba pada tingkat perkembangan moral tingkat III (Post Konvensional) dalam perspektif Kohlberg. Pandangan Kohlberg, tingkat perkembangan Moral yaitu Pra Moral; Tingkat I, kepatuhan yang orientasi pada pahala dan hukuman. Pada tingkat II kepatuhan berdasar pada teladan dan peraturan. Sedangkan pada Tingkat III orientasi kepatuhan pada dialog dan transaksi antar perseorangan.
  1. Konteks Perkembangan Kognitif
Menurut Jean Piaget, tahap perkembangan kognitif secara berturut-turut dari 0-2 tahun Tahap Sensori Motor: penekanan law of conservation; 2-7 tahun, Tahap Pra Operasional: penggunaan simbol dan bahasa serta komunikasi; 7-11 tahun, Tahap Konkrit Operasional: mencapai kemampuan pikir sistematis logis, perkembangan intelek terhadap hal-hal konkrit; lebih dari 11 tahun, Tahap Formal Operasional: mampu berpikir sistematis logis terhadap hal-hal abstrak, hipotesa serta proyeksi masa depan.
  1. Konteks Pendidikan Orang Dewasa
Usia mahasiswa merupakan suatu usia didik yang berbeda dengan usia sebelumnya. Dalam dimensi ini ada ragam pengalaman emosi, kehendak, akal, dan kompleksnya pengalaman dalam relasi vertikal dengan Tuhan maupun horisontal dengan sesama. Bisa diduga bahwa variasi kondisi kepercayaan (kerohanian) dan perilaku yang dimiliki setiap mahasiswa juga berbeda-beda. Dan bila diteropong secara secara iman, mungkin sistem kepercayaan dan perilaku para mahasiswa itu tidak semuanya sesuai dengan Firman Allah, bahkan mungkin bercampur aduk sehingga sulit diurai, dijernihkan dan diluruskan. Upaya membangun pandangan dunia alkitabiah yang rangkum dan kontekstual tentunya perlu pendekatan yang menekankan partisipasi aktif anggota dalam setiap kesempatan pertemuan guna masing-masing orang dapat "sharing", kemudian diikuti dengan memberi "input" yang baru.
Diambil dari:
Judul jurnal
:
Aletheia, Edisi 02, Tahun II
Judul artikel
:
Pembinaan Orang Percaya dalam Konteks Global
Penulis
:
Ir. Soleman Kawangmani, M.Div
Penerbit
:
Persekutuan Mahasiswa Kristen Surakarta
Halaman
:
23 -- 37



MAKNA KENAIKAN KRISTUS DAN PENTAKOSTA
Pencurahan Roh Kudus yang berawal di hari Pentakosta memberikan suatu makna baru, suatu realitas baru, suatu keyakinan yang baru, mengenai fakta bahwa Kristus telah dimuliakan, juga mengenai kehidupan gereja Perjanjian Baru yang seharusnya. Hal-hal yang tadinya hanya sekedar merupakan fakta sejarah atau pengajaran saja, kemudian menjadi suatu realitas yang mendebarkan bagi setiap orang percaya yang dipenuhi Roh Kudus.
Kristus Menjadi Nyata!
Setelah menerima babtisan Roh Kudus di hari Pentakosta, bangkitlah Petrus dengan kesebelas rasul dan dengan penuh keberanian serta dengan suara nyaring ia berkata, "Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan tentang hal itu kami semua adalah saksi. Dan sesudah Ia (Kristus) ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkannya itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini." (Kisah Para Rasul 2:32-33)
Baptisan Roh Kudus yang baru saja diterima Petrus dan murid-murid yang lain itu, bagi masing-masing merupakan bukti dan jaminan pribadi bahwa Tuhan mereka yang telah bangkit dari kematian itu kini sudah ditinggikan dan dimuliakan disebelah kanan Allah Bapa. 10 hari sebelum mereka berdiri dipuncak bukit Zaitun dan menyaksikan Yesus menghilang di langit (Kisah Para Rasul 1:9). Itulah pertemuan terakhir Yesus dengan murid-murid-Nya melalui indra jasmani mereka. Pada hari Pentakosta 10 hari kemudian, kedatagan Roh Kudus memberikan kembali suatu kontak pribadi yang langsung antar mereka dengan Kistus di loteng rumah, tetapi dengan cara kontak baru. Sekarang mereka masing-masing mengetahui dengan keyakinan yang baru bahwa Juru Selamat mereka yang dihina, telah ditinggikan, dan dimuliakan Bapa di Surga untuk selama-lamanya.
Kristus Naik, Roh Kudus Turun
Selanjutnya Yesus membagikan karunia Roh Kudus yang dijanjikan Bapa itu kepada murid-murid-Nya. Setelah menerima karunia itu para murid-Nya memiliki keyakinan yang bulat bahwa Yesus benar-benar berada di dalam kemuliaan hadirat Bapa, dan memiliki otoritas serta kuasa atas seluruh jagad raya. Dalam surat-suratnnya, rasul Paulus menyatakan tentang kebenaran ini, "dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang." (Efesus 1:19-21)
Juga di dalam Filipi 2:9-10 tertulis, "Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi." Kita dapat membaca pula dalam Ibrani 1:3, "Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah Ia selesai mengadakan penyucian dosa, Ia duduk di sebelah kanan yang Mahabesar, di tempat yang tinggi." Melalui ayat-ayat ini dan ayat-ayat yang lainnya yang mendukung, setiap orang percaya dibawa kepada pengertian bahwa Yesus tidak hanya dibangkitkan dari kematian, tetapi juga telah naik ke Surga dan di muliakan di sebelah kanan Allah Bapa. Kenaikan Kristus dan Pentakosta menegaskan bahwa Roh Kudus tak dapat diberikan kepada gereja sebelum Yesus dimuliakan bersama Bapa di surga.
Mempelajari Hubungan Tritunggal
Di dalam seluruh Perjanjian Baru kita bisa melihat keselarasan dan kerjasama yang begitu sempurna antara ketiga oknum Tritunggal. Ketika Yesus Kristus, salah satu pribadi datang ke dunia, Ia datang sebagai wakil yang berwenang dari Allah Bapa. Ia tidak pernah mencari kehormatan dan kemuliaan bagi diri-Nya sendiri. Namun Ia memuliakan Bapa yang ada di dalam Dia dan bekerja di dalam diri-Nya. Demikian juga setelah menyelesaikan tugas pelayanan-Nya di dunia dan kembali kepada Bapa di surga, Yesus mengirim Roh Kudus sebagai pemberi kepada gereja. Namun demikian Roh Kudus yang juga merupakan salah satu pribadi dari Tritunggal, tidak pernah mencari kemuliaan bagi diri-Nya sendiri. Seluruh pekerjaan Roh Kudus di bumi dan di dalam gereja selalu bertujuan untuk meninggikan, membesarkan, dan memuliakan Dia yang diwakili-Nya, yaitu Yesus Kristus. Yesus sendiri memberikan kesaksian tentang hal ini, "Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku. Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku." (Yohanes 16:14-15)
Di sini kita melihat hubungan yang jelas sekali antara ketiga oknum Tritunggal. Bapa memberikan seluruh otoritas, kuasa, dan kemuliaan-Nya kepada Anak-Nya. Selanjutnya Anak itu mengangkat Roh Kudus sebagai Penolong untuk menyingkapkan dan menerjemahkan bagi gereja, segala sesuatu yang Ia terima dari Bapa. Penting sekali untuk menyadari bahwa Roh Kudus pun memunyai kepribadian sendiri, seperti halnya Bapa dan Anak. Namun, pada zaman sekarang ini perlu pula menyadari bahwa Kristus hanya memunyai satu Wakil Pribadi yang berwenang di dalam gereja dan di atas bumi, yaitu Roh Kudus. Pewahyuan mengenai pelayanan Roh Kudus ini memudahkan kita untuk menguji segala sesuatu yang ada di dalam diri orang percaya. Apakah hal itu memuliakan Kristus? Jika jawabannya tidak jelas, kita patut mempertanyakan apakah itu benar-benar pernyataan Roh Kudus atau bukan. Di sisi lain, pewahyuan ini juga menegaskan bahwa Kristus pun tidak akan memberikan otoritas-Nya kepada pelayanan atau kegerakan rohani apapun yang tidak mengakui kedudukan Roh Kudus yang istimewa sebagai Penolong bagi gereja. Kemuliaan Kristus dan pelayanan Roh Kudus saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain!
Sumber asli: Disadur dari buku: "Faedah Pentakosta", Derek Prince
Diambil dari:
Judul majalah
:
abbalove, Edisi Perkenalan 2 -- Mei 1999
Judul artikel
:
Makna Kenaikan Kristus dan Pentakosta
Penulis
:
Tidak dicantumkan
Penerbit
:
abbalove ministries
Halaman
:
5 -- 6

Arya Girsang

Arya Girsang

Saribudolok

Saribudolok
Kampung Halaman